Sejak pertama kalinya menerbitkan ensiklik Laudato Si pada 18 Juni 2015, Paus Fransiskus menarik perhatian seluruh dunia untuk mengarahkan pandangan dan perhatian pada bumi rumah kita bersama.
Seruan untuk merawat bumi rumah kita bersama merupakan buah pikir Paus Fransiskus yang terinspirasi dari Santo Fransiskus Assisi dengan makna “Terpujilah Engkau, Tuhanku”.
Ya, sebuah ajakan bukan tanpa alasan, sebab menurut Pemimpin Gereja Katolik sejagat itu, dunia kita saat ini sedang merintih kesakitan, akibat ulah manusia yang membuat dunia kita tidak baik-baik saja.
Dan sejak saat itu, setiap tahun dan setiap saat banyak orang baik pribadi maupun dalam kelompok atau komunitas mengkampanyekan gerakan menanam dan berbagai upaya lainnya untuk menyelamatkan bumi rumah kita bersama dari aneka macam kerusakan.
Terdorong oleh misi nan luhur tersebut melalui berbagai media komunikasi sosial, ajakan dan permintaan untuk peduli pada situasi dunia kita.
Ajakan untuk menyisihkan sesuatu demi kehidupan dan kemaslahatan banyak orang.
Atas dasar itu, saya terpanggil untuk meneruskan sebuah pesan WhatsApp yang dikirimkan seorang teman bernama Willy W. Wil. 8 Pius 8 kepada saya yang berbunyi sebagai berikut:
“Bapak ibu yang terhormat, Maukah Anda memposting dan membantu saya meneruskan pesan ini ke semua grup Anda yang lain sehingga dapat diedarkan, terima kasih.
Saat ini sedang musim buah-buahan seperti mangga, durian, rambutan, langsat, duku, manggis, nangka, dll.
Permintaan saya kepada kita semua adalah untuk TIDAK membuang benih (bijinya) di tempat sampah Anda, tetapi untuk mencucinya, mengeringkannya (di bawah sinar matahari) dan mengemasnya di koran dan menyimpannya di mobil atau motor Anda.
Setiap kali Anda keluar dan menemukan tanah tandus dan terbuka saat bepergian, baik itu di jalan desa, di jalan raya yang kosong, buanglah benih-benih itu.
Mereka akan berkecambah dengan mudah di musim hujan yang akan datang.
Lebih lanjut, Willy mengatakan:
Jika dengan tindakan sederhana ini, kita dapat menyumbangkan bahkan satu pohon setiap musim ke dunia kita. Misi kita untuk menghijaukan dunia ini akan berhasil.
Kata Brother Willy:
Saya membaca, Pemerintah Thailand telah mempromosikan ini kepada semua warganya selama beberapa tahun terakhir.
Banyak pejabat distrik mereka yang lain telah mendorong kampanye ini secara agresif yang telah sangat sukses.
Jumlah pohon buah-buahan di alam liar telah berlipat ganda terutama di distrik bagian Utara Thailand.
Selanjutnya, Mas Willy berpesan:
Mari kita mencontoh orang Thailand dalam inisiatif brilian ini untuk menyebarkan kelimpahan di alam dan dengan cara yang sangat sederhana, namun efektif ini dan berkontribusi kembali ke generasi berikutnya.
Hanya jika berkenan.
***
Komunitas Peduli Lingkungan.
Bagaimana kita menyikapi Pesan Sederhana Epictoto ini menjadi Mercusuar kepada dunia demi misi global?
Saya secara pribadi merasa dengan senang hati menyebarluaskan pesan bermakna ini kepada grup-grup kami, termasuk kepada Kompasiana sebagai penyebar warta gembira dunia.
Saya juga tidak merasa rugi sedikit pun untuk meneruskan berita sukacita ini. Biarlah semakin banyak orang tahu dan terutama mempraktekkannya demi lingkungan hidup yang lebih baik.
Untuk itu ada sekurang-kurangnya tiga pesan yang disampaikan Mas Willy untuk diperhatikan bersama demi merawat bumi rumah kita bersama ini:
1. Tidak boleh Membuang Benih ke tempat sampah
Apa yang dikatakan Pak Willy itu benar. Saat ini musim buah-buahan. Di mana-mana banyak sekali kita jumpai buah-buahan itu. Dan kadang setelah makan isinya, kita buang begitu saja bijinya di tempat sampah atau disembarang tempat sehingga menjadi sampah yang berserakkan di mana-mana.
Ini merupakan sebuah pembelajaran kepada kita semua, dan secara khusus kepada generasi muda yaitu putra-putri kita, para pemilik masa depan, untuk memperhatikan permintaan Mas Willy ini untuk kita semua: Tidak boleh membuang benih (biji) buah-buahan itu di tempat sampah.
2. Tetapi Mencuci, Mengeringkan, dan Mengemas Biji buah-buahan itu.
Pesan sederhana namun kaya makna. Makanlah isi atau daging dari buah-buahan itu, seperti mangga, manggis, rambutan, jeruk, dan lain-lain.
Tetapi cucilah bijinya, kemudian keringkanlah itu di bawah sinar matahari. Lalu kemaslah atau bungkuslah dengan koran dan bawalah ke mana saja Anda pergi.
Sebuah peringatan agar biji-biji yang sudah dikemas itu, tidak boleh diturunkan dari mobil atau jok motor. Bawalah serta ke mana saja….
3. Buanglah benih-benih itu di Tanah Tandus untuk Berkecambah di Musim Hujan
Dan tugas ketiga yang amat penting adalah buanglah atau tebarkanlah benih-benih itu di tanah yang tandus supaya pada saat musim hujan seperti sekarang ini, ia boleh bertumbuh dan berkecambah.
Pesan yang sederhana namun bila diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh setiap orang yang membaca pesan tersebut akan menjadi media kampanye yang paling efektif.
Percayalah dari sekian banyak biji atau benih pohon buah-buahan yang akan sebar, minimal satu pohon akan tumbuh sehingga kita menyumbang satu pohon bagi dunia.
Kepada Para Kompasianer
Ajakan ini bukan hanya ditujukan kepada orang lain, tetapi terutama kepada para Kompasianer: sekarang musim hujan, mari kita ikut menggerakkan banyak orang untuk memanfaatkan musim hujan tahun ini dengan menebar benih apa saja, lebih baik pohon buah-buahan satu pohon bagi dunia.
Mari kita mulai dari diri kita sendiri.
Mulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana.
Mulai dari sekarang dan jangan menunda-nunda waktu.
Penutup
Mari kita manfaatkan betul-betul musim hujan ini dengan menyebar benih pohon, pohon buah-buahan demi bumi kita dan kehidupan banyak orang.
“Sebab pohon menghembuskan napas untuk kita agar bisa menghirupnya dan tetap hidup. Bisakah kita melupakan itu? Marilah kita mencintai pohon dengan setiap tarikan napas sampai binasa.” (Munia Khan)
“Makna hidup yang sebenarnya adalah menanam pohon, yang di bawah naungannya kamu tidak berharap untuk duduk.” (Nelson Henderson).
Terima kasih kepada Mas Willy W. Wil. 8 Pius 8 yang telah menginspirasi saya untuk menuliskan artikel ini di Kompasiana ini.
Semoga tulisan nan sederhana ini bermanfaat untuk membangkitkan nurani kita dan mendorong kita untuk melakukan sesuatu demi menyelamatkan bumi rumah kita bersama, dengan “melakukan hal-hal yang kecil, namun dengan cinta yang besar,” sebagaimana dikatakan Muder Teresa dari Kalkuta.