Jakarta – Menurut Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN). Syarif Hidayatullah Jakarta, kunci keberhasilan pesantren ramah lingkungan di Indonesia dapat diketahui melalui studi yang berjudul “Pesantren Ramah Lingkungan: Tumbuh atau Tumbang”.

Penelitian tersebut mengumpulkan data melalui Focus Group Discussion (FGD) pada bulan September 2024, dengan melibatkan 33 pesantren. Penelitian ini juga melibatkan studi kasus melalui observasi dan wawancara pada bulan Oktober-November 2024 di 34 pesantren yang berlokasi di 12 provinsi di Indonesia.

Melalui FGD dan Studi Kasus, penelitian ini menemukan bahwa dari 55 pesantren yang diteliti, 87 persen program lingkungan yang diterapkan dapat terus berlanjut. Namun, kebanyakan program yang sepenuhnya berlanjut cenderung berada pada skala kecil,” ujar Epictoto Prof Iim Halimatussa’diyah, Koordinator Riset PPIM UIN Jakarta, dalam diskusi di Jakarta pada hari Rabu.

Guru Besar Sosiologi Pembangunan UIN Jakarta menyatakan bahwa biasanya pesantren yang ramah lingkungan memiliki fokus utama pada pengelolaan sampah dan limbah, konservasi biodiversitas, pertanian dan peternakan, energi alternatif dan pengelolaan air, pendidikan lingkungan, serta infrastruktur ramah lingkungan.

Dalam penelitian yang melibatkan 214 informan, terdiri dari 24 kiai/pimpinan pesantren, 6 nyai, 64 ustaz, 22 ustazah, 61 santriwan, dan 37 santriwati, Iim menyebutkan bahwa dari total 361 pesantren yang disurvei, sebanyak 269 (74,52 persen) memiliki program lingkungan, dengan fokus utama pada penanaman pohon dan pengelolaan sampah.

“Menurutnya, pesantren-pesantren yang menerapkan program ramah lingkungan biasanya memiliki tingkat kesadaran lingkungan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pesantren yang tidak menerapkan program tersebut,” tuturnya.

Dalam menanggapi isu lingkungan, Iim menyatakan bahwa pesantren memadukan nilai-nilai agama dengan isu lingkungan secara kreatif melalui konsep-konsep inovatif seperti sedekah sampah, sedekah oksigen, wakaf mata air, dan lain-lain.

Dia berpendapat bahwa ide ini tidak hanya mendukung upaya pelestarian lingkungan, tetapi juga menanamkan kesadaran ekologis yang berakar pada nilai-nilai keagamaan. Kasus-kasus yang terjadi di pesantren telah menunjukkan bahwa nilai agama dapat menjadi motivasi kuat dalam tindakan perlindungan lingkungan. Namun, untuk menjaga kelangsungan dibutuhkan kerjasama lintas sektor,” kata Iim.

Iim memperluas pesantren dengan mengikutsertakan perempuan dalam program kepemimpinan, yang kemudian menghasilkan dampak yang lebih berkesinambungan. Ini menyatakan bahwa meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan bukan hanya masalah kesetaraan gender, tetapi juga penting untuk keberhasilan program lingkungan.

Dengan demikian, Iim berharap agar kebijakan yang lebih inklusif dapat diterapkan di pesantren, seperti memberdayakan nyai dan santriwati dalam struktur kepemimpinan, serta menyelenggarakan pelatihan yang meningkatkan kapasitas kepemimpinan perempuan dalam isu lingkungan.