
Jakarta – Bhima Yudhistira Adhinegara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menyatakan bahwa diskusi mengenai relaksasi impor oleh pemerintah Indonesia harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Pernyataan ini muncul setelah Presiden RI Prabowo Subianto pada Selasa (8/4) secara jelas meminta kepada jajaran Kabinet Merah Putih (KMP) untuk menghapus kuota dari barang-barang impor. Tujuannya adalah untuk mempermudah operasi pengusaha Indonesia, khususnya yang bekerjasama dengan pihak luar negeri.
“Relaksasi impor perlu dipikirkan dengan sangat cermat. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan jika (aturan tentang kuota) impor diubah,” ujar Bhima dalam percakapan dengan ANTARA di Jakarta, hari Rabu.
Menurut Bhima, hal yang pertama adalah terkait dengan perang dagang yang menyebabkan produsen dari banyak negara mencari pasar baru.
“Misalnya, produk pakaian jadi dari Vietnam, Kamboja, dan China akan memadati pasar Indonesia,” lanjut Bhima.
“Banyak pelaku bisnis dalam negeri yang ingin Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 segera diubah, tetapi ini tidak terjadi. Jika impor menjadi lebih mudah, bukankah itu sama saja dengan merugikan diri sendiri?” tambahnya Tvtogel.
Pertimbangan kedua adalah pentingnya evaluasi ulang terhadap program-program pemerintah yang relevan untuk mendukung tujuan relaksasi impor secara keseluruhan.
“Program Prabowo mengenai ketahanan pangan menjadi tidak relevan. Angka impor pangan yang sudah sangat tinggi, akan meningkat lebih drastis,” tutur Bhima.
Sebelumnya, Presiden Prabowo mengungkapkan bahwa penghapusan kuota impor perlu dilaksanakan sebagai bagian dari upaya deregulasi untuk memastikan persaingan bisnis di Indonesia tetap sehat.
Selain memberikan dukungan agar pengusaha dapat lebih mudah menjalankan usaha mereka, Presiden juga mengingatkan agar para pengusaha tetap berkomitmen untuk berkontribusi kepada negara.
Prabowo menekankan pentingnya pengusaha untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan juga mengingatkan kewajiban mereka untuk membayar pajak sebagai dukungan terhadap pembangunan negara.