Tiba-tiba kata “solidaritas” muncul begitu saja di ide tulisan ini. Mungkin karena Kementerian Kehutanan sekarang resmi berdiri sendiri, setelah dipisah dengan Lingkungan Hidup, sehingga kata “solidaritas” menjadi penting untuk dipahami kembali bagi seorang rimbawan junior seperti saya ini.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), solidaritas bermakna sifat (perasaan) solider, sifat satu rasa (senasib dan sebagainya, dan perasaan setia kawan). Nilai dasar yang selalu ditekankan bagi rimbawan. Kepada sesama, kepada hutan, kepada masyarakat sekitar hutan.

Di era future governance (5.0) ke depan, maka tentunya rimbawan sebagai aktor teori dan praktik tata kelola hutan  harus mampu bekerja dengan berbagai stakeholder, baik entitas bisnis, entitas global, entitas sektor lain, dan terutama entitas masyarakat sekitar hutan.

Begini lah dulu kalau mahasiswa fakultas kehutanan pas baru masuk kuliah digojloknya. Mengenang masa ospek itu mungkin akan memberikan rasa rindu bagi siapapun rimbawan dari kampus kehutanan manapun berasal. Bina Corps Rimbawan atau BCR istilahnya.

Kata “rimbawan” kadang disematkan pada individu yang bekerja, berperan, belajar, dan atau berkontribusi dalam pengelolaan hutan, baik sebagai pembuat kebijakan, peneliti, pengelola, maupun petugas lapangan yang bertanggung jawab menjaga kelestarian hutan.

Solidaritas rimbawan Epictoto telah menjadi fondasi penting dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Dengan memperkuat solidaritas, rimbawan dapat saling mendukung dalam menjaga kelestarian hutan, menghadapi tantangan sosial dan ekonomi, serta memperjuangkan kesejahteraan bersama.

Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, atau sering disebut juga triple planetary crisis, seperti perubahan iklim, deforestasi, kebakaran hutan, hilangnya kenaikan rakaman hayati, dan ditambah konflik lahan, maka kata “solidaritas” tampaknya menjadi semakin penting untuk memperkuat upaya menjaga hutan dan mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

Hutan bukan sekedar tegakan pohon tetapi termasuk nilai dan manfaat yang ada darinya, baik bagi sumber pendapatan masayarakat maupun menciptakan lingkungan yang baik untuk kesehatan masyarakat.

Kolaborasi yang kuat antara rimbawan dan pemangku kepentingan lainnya akan membawa dampak positif, baik bagi kelestarian hutan maupun kesejahteraan masyarakat yang bergantung padanya.

Membangun solidaritas rimbawan tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme di bidang kehutanan, tetapi juga untuk menciptakan sinergi antar berbagai pemangku kepentingan, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun organisasi non-pemerintah.

Solidaritas ini juga dapat diperluas ke kolaborasi lintas sektoral dengan masyarakat lokal, ilmuwan, aktivis lingkungan, hingga pemangku kebijakan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dan adil.

Hutan memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem global, mulai dari menyerap karbon, menjaga keanekaragaman hayati, hingga menyediakan sumber daya bagi manusia. Namun, tekanan terhadap hutan terus meningkat. Bisa dikatakan sampai kapan pun hutan akan selalu mendapatkan tekanan, karena memang hutan adalah sumber kehidupan.

Di sinilah solidaritas antar rimbawan menjadi penting. Mereka perlu bersatu dalam menjalankan tugasnya sebagai penjaga hutan. Tidak hanya dalam memerangi kerusakan hutan, tetapi juga dalam menciptakan solusi jangka panjang.

Karena hutan adalah sumber penghidupan makan tentunya selalu ada win win solution. Daya Dukung dan Daya Tampung yang menjadi ambang untuk saling mawas diri serta upaya pemulihan yang perlu menjadi perhatian. Hal terpenting yang dipelajari oleh rimbawan selama membangun rumah tangga dengan masyarakat lingkungan hidup.

Solidaritas memungkinkan rimbawan untuk saling mendukung dalam menghadapi tantangan pekerjaan yang berat dan berisiko tinggi. Dengan memperkuat jaringan komunikasi dan pertukaran informasi, rimbawan bisa berbagi pengalaman dan strategi untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi di lapangan.

Misalnya, dalam upaya pencegahan kebakaran hutan, koordinasi yang baik antar rimbawan dan dukungan dari berbagai pihak dapat memastikan langkah-langkah pencegahan yang efektif serta respons cepat jika kebakaran terjadi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak rimbawan, terutama yang bekerja di daerah terpencil, menghadapi tekanan sosial dan ekonomi yang besar. Mereka sering kali berada di garis depan dalam menghadapi konflik lahan antara masyarakat lokal dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan ekonomi, seperti perusahaan perkebunan atau pertambangan.

Dengan adanya solidaritas yang kuat, rimbawan dapat bekerja sama untuk menyelesaikan konflik tersebut secara adil dan damai. Mereka juga dapat memainkan peran sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat adat atau petani yang hidup di sekitar hutan, memastikan bahwa hak-hak masyarakat lokal dihormati dan dilindungi.

Tidak kalah penting pula, kata solidaritas juga perlu hadir dalam memperjuangkan hak-hak rimbawan itu sendiri, terutama terkait dengan kondisi kerja, kesejahteraan, dan keselamatan mereka. Dengan bersatu, mereka dapat memperkuat posisi tawar mereka dalam memperjuangkan kondisi kerja yang lebih baik dan lebih aman.

Namanya hidup pasti ada tantangan, begitu juga memperkuat solidaritas rimbawan. Salah satu tantangan utama adalah adanya perbedaan kepentingan antara berbagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan.

Misalnya, rimbawan yang bekerja untuk perusahaan kehutanan (entitas bisnis) mungkin memiliki prioritas yang berbeda dengan mereka yang bekerja untuk organisasi lingkungan atau pemerintah.

Tantangan lain adalah, perbedaan geografis dan akses yang terbatas di banyak kawasan hutan, yang bisa saja membuat koordinasi antar rimbawan menjadi sulit.

Oleh karena itu, teknologi komunikasi dan jaringan digital dapat menjadi solusi yang efektif untuk memperkuat solidaritas ini. Rimbawan di berbagai daerah dapat terus saling berhubungan dan berbagi informasi dengan lebih mudah, bahkan dengan kelompok masyarakat sekitar hutan sekalipun.

Ingat masa Pandemi Covid-19, bahkan pelatihan kelompok tabinhutan/ perhutanan sosial pun dilakukan secara online.

Yang lebih penting lagi adalah bahwa dukungan dari masyarakat sipil, LSM, dan lembaga pendidikan kedepan harus dapat menjadi kekuatan pendorong dalam membangun solidaritas rimbawan.

Semoga dengan kembali berdirinya Kementerian Kehutanan sebagai entitas K/L tersendiri di era pemerintahan saat ini, semakin memperkuat solidaritas rimbawan dalam melayani negeri, bumi ibu pertiwi, dan rakyat Indonesia.

ASIK