Mari kita gali lebih dalam mengenai kesetaraan gender. Di dunia yang terus berkembang ini, kesetaraan gender merupakan sebuah konsep yang tidak hanya perlu dipahami, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun kemajuan besar telah dicapai, masih banyak tantangan yang perlu diatasi untuk menciptakan dunia yang benar-benar setara bagi laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender bukan sekedar isu hak-hak perempuan, namun merupakan isu kemanusiaan yang berdampak pada semua individu, apapun gendernya.
Membaca lebih dekat dan memahami kesetaraan gender mengungkapkan bagaimana diskriminasi, stereotip, dan budaya patriarki berdampak pada berbagai aspek kehidupan, mulai dari keluarga hingga dunia kerja, dari pendidikan hingga kebijakan pemerintah. Anda dapat melihat apa yang terjadi, kesetaraan gender membawa perubahan positif tidak hanya bagi perempuan tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Dalam hal ini CVTOGEL, meskipun isu gender sudah lama mewabah pada Indonesia, tetapi masih banyak orang yang kurang paham menggunakan konsep gender dan kesetaraan gender. Gender merupakan pembagian ciri eksistensi manusia, ditentukan atas dasar sosial dan budaya. Sedangkan kesetaraan gender merupakan sebuah konsep yang dikembangkan dengan mengacu pada dua instrumen fundamental internasional: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa semua orang dilahirkan bebas dan setara (Qomariah, 2019).
Berkenaan dengan deklarasi ini, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan memuat konsep ”persamaan hak antara laki-laki dan perempuan”, Konsep kesetaraan gender mengacu pada untuk melakukan diskriminasi. Kesetaraan dimana laki-laki dan perempuan menikmati semua hak politik, ekonomi, sipil, sosial dan budaya. Konsep ini juga mengacu pada situasi di mana tidak seorang pun ditolak aksesnya atau dirampas hak-haknya atas dasar gender.
Diskriminasi gender masih terjadi di banyak belahan dunia, kenyataannya saat ini, ruang lingkup dan jenis diskriminasi sangat bervariasi menurut negara dan wilayah padahal kesetaraan gender mengalami kemajuan yang sangat pesat. Tidak ada negara di dunia di mana perempuan menikmati hak-hak hukum, sosial dan ekonomi yang setara, ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dalam hal peluang dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana. Ketimpangan mempengaruhi semua orang, namun perempuan dan anak perempuanlah yang menanggung beban terbesarnya. Oleh karena itu, kesetaraan gender menjadi perhatian penting (Anisatul Hamidah, 2021).
Perempuan mulai menyadari ketidaksetaraan gender sebagai bentuk diskriminasi, diskriminasi ini disebabkan oleh budaya patriarki yang tidak terkendali. Budaya patriarki adalah sistem struktur dan praktik sosial di mana laki-laki mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi perempuan. Bentuk budaya patriarki ditandai dengan tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga yang merugikan perempuan. Praktik diskriminasi terhadap perempuan ini menyebabkan rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan gender atau gender gap. Ketidaksetaraan gender yang terjadi di berbagai negara tentu berbeda-beda tergantung budaya spesifik masing masing negara.
Konsep kesetaraan gender mengacu pada kesetaraan penuh antara laki-laki dan perempuan sehingga mereka dapat menikmati seluruh hak politik, ekonomi, sipil, sosial dan budaya. Konsep ini juga mengacu pada situasi di mana tidak seorang pun ditolak aksesnya atau dirampas hak-haknya atas dasar gender. Diskriminasi gender masih terjadi di seluruh bidang kehidupan di seluruh dunia. Saat ini, kita telah membuat kemajuan besar dalam kesetaraan gender, dan hal ini memang benar adanya. Jenis dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi tergantung pada negara dan wilayah.
Pada dasarnya, jika kita mengusung konsep peran ganda perempuan dalam ranah kesetaraan gender, maka lahir dari paradigma yang sama: terpisah dari ruang domestik dan ruang publik. Konsep peran ganda pada awalnya diharapkan dapat memberdayakan perjalanan perempuan, namun dalam praktiknya sering menimbulkan kebingungan besar. Hal ini terjadi karena paradigma yang digunakan masih terjebak dalam pemikiran bipolar, ruang publik dan domestik benar-benar terpisah. Jika keterlibatan perempuan di berbagai bidang pada akhirnya terpecah dalam beberapa kategori peran, tidak menutup kemungkinan hal ini akan menimbulkan pemikiran dikotomis, perpecahan seperti ini akan menimbulkan kepribadian ganda dan tentunya akan menimbulkan masalah yang besar (Djameren & Nuraeni, 2021).
Selain itu, kesetaraan gender bukan hanya isu perempuan, tetapi juga kepentingan bersama yang berkontribusi pada kesejahteraan dunia. Dengan menghilangkan hambatan berbasis gender orientation, masyarakat dapat menciptakan dunia yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Komitmen bersama dari individu, komunitas, dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan visi ini. Keterbelakangan perempuan mencerminkan adanya ketimpangan dan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.
Faktanya, perbedaan gender dalam karakteristik, peran, dan posisi tidak menjadi masalah kecuali hal tersebut mengarah pada ketidakadilan. Selain itu, perbedaan gender menimbulkan berbagai kesenjangan tidak hanya di kalangan perempuan tetapi juga di kalangan laki-laki, adat istiadat, norma, dan peraturan yang mengakar dalam masyarakat setempat menimbulkan berbagai perbedaan baik langsung maupun tidak langsung antara laki-laki dan perempuan, termasuk peran, fungsi, tugas, tanggung jawab, kedudukan, serta dampak undang-undang dan kebijakan pria dan wanita.
Struktur gender masih didefinisikan oleh masyarakat sebagai perbedaan seksual. Masyarakat belum memahami bahwa gender merupakan konstruksi budaya mengenai peran, fungsi, dan tanggung jawab sosial laki-laki dan perempuan. Situasi ini menimbulkan kesenjangan peran dan tanggung jawab sosial sehingga menimbulkan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Sebagai perbandingan, diskriminasi terhadap perempuan kurang bermanfaat dibandingkan diskriminasi terhadap laki-laki. Ketidaksetaraan gender terwujud dalam berbagai bentuk ketidakadilan, termasuk pengucilan, subordinasi, stereotip dan label negatif, perlakuan berbeda, kekerasan, dan peningkatan beban kerja, terutama bagi perempuan.
Ketidaksetaraan gender telah lama menjadi masalah nasional, dan untuk mengatasinya memerlukan pengakuan dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga pemerintah. Ada juga kekhawatiran bahwa kesetaraan gender yang berlebihan dapat membahayakan kesatuan keluarga. Hal ini dibuktikan dengan adanya persamaan hak anak dalam bidang pendidikan, pemerataan tanggung jawab rumah tangga antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Artinya, kesetaraan gender dalam keluarga dianggap sebagai suatu hal yang baik dalam masyarakat, sepanjang tidak bertentangan dengan fitrah manusia atau nilai-nilai agama yang berlaku dalam masyarakat.
Kesadaran tentang kesetaraan gender perlu ditanamkan sejak dini, baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Pendidikan ini harus mencakup penghapusan stereotip dan penghargaan terhadap keragaman gender. Pemerintah harus memastikan adanya kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, seperti Undang Undang anti-diskriminasi, kebijakan cuti melahirkan yang setara bagi kedua orang tua, dan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender.
Dalam keluarga, perempuan hanya dipandang sebagai sumber pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar untuk mempertahankan tenaga kerja laki-laki (suami), dan perempuan melahirkan dan membesarkan anak-anak yang kemudian menjadi bagian dari angkatan kerja untuk generasi baru. Sebaliknya, ketika perempuan memasuki dunia kerja, yaitu ketika menjadi pekerja, mereka dianggap masih bergantung secara ekonomi pada suami, diberikan upah rendah dan status rendah, serta hanya diberikan separuh jam kerja (Muhammad Taufik et al., 2022).